Tuesday, June 24, 2014

Perjalanan Ziarah Paris-Nevers-Loudres Part V (terakhir)

-->
Part I 
Part II 
Part III 
Part IV 


Hari ke 8. Tgl 14 May 2014

                  Lima belas menit sebelum jam 6 pagi, kami menuruni tangga menuju ruang resepsionis dan benar saja, Madame yang murah senyum juga sudah bangun dan berdandan rapi untuk membukakan pintu hotel buat kami. Merci beaucoup Madame. Au revoir.

Kereta yang akan kami tumpangi belum datang. Memang masih kepagian. Dari balik kaca ruang tunggu stasiun kami memandangi kota Lourdes yang dalam hitungan menit  akan kami tinggalkan. Masih agak gelap, namun dari jauh kelihatan menara gereja Hati Kudus Yesus dengan warna kaca kebiruan. Berat rasanya meninggalkan kota ini. Apa boleh buat. Ada waktu datang, ada waktu pulang. Kalau boleh berandai-andai dan bermimpi, duh enaknya kalau bisa tinggal dikota ini.
Pukul 06.13 kereta TGV dari Tarbes mulai memasuki stasiun. Sesuai jadwal pk 06.27 mulai berangkat menuju Paris Gare Montparnasse.


Pagi ini matahari bersinar cerah. Kami bisa melihat gunung Pyrenees yang masih diselimuti salju. Sebagian sudah mencair, berwarna coklat. Dengan langit biru jernih dan awan putih berbagai bentuk menarik. persis  “Negeri di Awan”. Sayang rasanya menutup mata melewati pemandangan –pemandangan indah sepanjang perjalanan.
  Apalagi saat kereta memasuki stasiun kota Bordeaux, kota  yang tidak kalah indahnya meskipun hanya bisa kami pandang dari dalam kereta selama beberapa menit.
Pukul 12.37 kereta tiba di Gare Montparnasse. Salah satu stasiun terbesar di kota Paris selain Gare du Nord.  Distasiun ini kami sekalian mampir di restoran Quick untuk membeli burger dan kentang goreng buat sore. Banyak pintu keluar dari stasiun ini menuju jalan yang berbeda. Kami menuruni tangga di samping Quick restoran menuju Boulevard de Vaugirard, belok kiri. tampak terminal bus didepannya. Tujuan kami langsung kebukit Montmartre. Sebenarnya di Avenue du Mairie disekitar Gare Montparnasse ada halte bus no. 80 yang langsung menuju Montmartre. Tapi karena kami tidak mau pusing dan repot mencari jalan , kami pilih bus no. 95 jurusan Porte de Montmartre yang memang sudah ada di depan mata, turun di halte transit Place de Clichy untuk pindah ke bus no 80 tujuan Mairie du 18’ Jules Joffrin  lalu turun di halte Lamark Caulaincourt.  Dari halte ini begitu belok kiri akan kelihatan tangga yang merupakan jalan pintas ke atas Basilica Sacre-Coeur Montmartre yang letaknya diatas bukit, sepanjang jalan berderet toko souvenir dan café. Jalan menanjak tapi tidak bertangga.





Melewati musium keramik.  


Disepanjang jalan ini banyak pelukis yang menawarkan jasa  kalau-kalau ada turis yang ingin dilukis. Tidak beda dengan seniman yang sering kita temui di Jogja.
Kalau ke Paris, jangan melewatkan tempat ini.


Dari halaman basilika, kota paris terbentang di depan mata. Tempat ini penuh dengan turis-turis berfoto ria, duduk-duduk menikmati pemandangan kota Paris dari atas bukit.


Sepasang pengantin juga  berpose di depan kamera. Untuk mencapai tempat ini bisa melalui banyak jalan yang berada dibawah puluhan atau mungkin ratusan anak tangga. Rute yang kami pilih ini rasanya rute yang aman, kami terhindar menanjaki anak-anak tangga yang pasti membuat kaki dan betis pegal. Selain itu juga terhindar dari serbuan orang-orang yang sering mengganggu turis dan dengan paksa menarik lengan para turis untuk menjual gelang tangan. Ini cerita yang saya baca dan dengar dari orang-orang yang pernah berkunjung kesini. Awalnya kami juga kawatir dan  extra hati-hati. Dari pertama kali kami menjejakkan kaki di Paris. Pasport, tiket pesawat dan kereta kami masukkan dalam kantong kain yang selalu kami gantung dileher dibalik baju dan jaket, uangpun kami simpan dalam kantong lain yang kami kancing dibalik celana panjang. Tidak ada barang berharga dalam ransel. Kedua tangan siap setiap saat masuk kedalam kantong jaket. Nyatanya aman. Tidak ketemu pengganggu.  Syukurlah. Kami bertiga dihindari dari orang-orang yang berniat buruk. Di depan basilika beberapa pedagang imigran menjajakan gantungan kunci eiffel dengan harga Eur 1 untuk 5 buah. Wahh benar juga info yang kami baca dari pengalaman turis lain. Nyesel juga kami sudah terlanjur  beli  di toko dengan harga Eur 0.50 sampai ada yang seharga Eur 1 per buahnya, kualitas barang sama. Gara-gara kawatir nggak ketemu pedagang gelaran sih. Supaya jangan kurang kami beli lagi 3 euro.





Kami mulai menapaki beberapa anak tangga untuk masuk ke basilika. Bukan main. Menakjubkan. Meskipun di depan sudah ada larangan mengambil foto dan rekaman, tetap saja banyak turis sembunyi-sembunyi mengabadikan basilika ini, termasuk teman saya.


Beberapa petugas dengan halus mengingatkan, tapi saking banyaknya turis yang bandel mereka jadi kesal juga terutama dengan turis lelaki yang peralatannya sudah seperti photografer profesional. Dengan turis wanita paling hanya menegur sambil menggoyangkan telunjuk saja. Termasuk saya. Desole Monsieur. Habis waktu masuk sudah langsung terpana, sampai nggak lihat papan peringatan.
Puji Tuhan, kami bakal menginap disini dan nanti malam bebas keluar masuk basilika untuk adorasi. Kami mulai mengikuti doa-doa yang dipimpin para suster kemudian dilanjutkan dengan misa.  Meski  harus menunggu lama sampai jam setengah sembilan malam, waktu tidak terasa lama ditempat seperti ini. Didepan altar terdapat tabung kaca tempat kami memasukkan intensi di secarik kertas yang sudah disediakan.
Tepat pukul 20.30, kami menuju Patung Hati Kudus Yesus sesuai petunjuk arah dari balasan email kami, memasuki pintu bertulisan Prive/no visit untuk menelusuri koridor menuju ke pintu dengan alat komunikasi dipinggirnya. Begitu tombol ditekan terdengar jawaban dari dalam. Pintu sudah dibuka, kami tinggal turun beberapa tangga untuk menuju ruang pendaftaran. Dilayani dengan ramah oleh mademoiselle cantik berkaca mata dan seorang suster. Kami bebas memilih jam untuk adorasi dengan mengisi nama di dalam jadwal. Saya lihat hanya segelintir orang yang mendaftar adorasi lewat tengah malam. Sebagian memilih waktu pk. 23.00 sampai 24.00. setelah misa pk. 22.30. Jadi bisa langsung tidur sampai pagi. Tapi tidak masalah buat kami.  Tante dan teman memilih pk 23.00. sementara saya pilih pk 24.00. Selesai pendaftaran dan pembayaran, Eur 6 perorang dengan tambahan Eur 4 perorang kalau termasuk sarapan. Ditempat ini kalau peserta bawa sleeping bag sendiri hanya dikenakan Eur 4 perorang, Kami diantar ke ruang tidur. Ruang Saint Tarcisius.  Ada 10 dipan lengkap dengan bantal, sprei, selimut. Setiap 2 dipan disekat tembok dengan tirai sebagai ganti pintu. Ada juga sekat untuk 1 dipan. Toilet tersedia diluar ruang tidur, sementara wastafel dan kamar mandi shower tersedia di dalam ruang tidur. Bersih, seperti layaknya di hotel. Menunggu waktu adorasi saya pakai untuk tidur sebentar. Terbangun ketika mendengar tante dan teman sudah kembali dari adorasi. Giliran saya sekarang. Dengan secarik kertas  dikantong yang kami terima saat pendaftaran. Untuk ditunjukkan bila ada petugas. Wah, sempat bingung juga kenapa lift nggak terbuka juga pintunya. Jadi saya pilih turun tangga, untungnya hanya 2 lantai. Koridor hanya remang-remang saja untuk menuju pintu yang bertulis access basilica. Didalam basilica kosong. Tidak ada petugas. Hanya ada 3 orang termasuk saya. Sekitar altar tempat monstran emas berisi hosti kudus tetap diterangi lampu. Suasana begitu hening, damai. Sambil menatap hosti kudus ,lambang  tubuh Kristus dan kehadiran Yesus, kupasrahkan segala suka duka di hati, dalam doa Rosario dan Koronka
Ketika kembali ke ruang tidur, saya cek waktu di ponsel. Ternyata sudah jam dua malam.
Hari ke 9 – Tanggal 15 May 2014
Pukul enam pagi kami bertiga kembali ke basilika. Baru saya tahu kenapa pintu lift nggak terbuka. Ternyata tidak otomatis terbuka seperti lift perkantoran. Pintu bagian  depan harus ditarik dulu setelah menekan tombol, kata teman saya.  Salah saya juga kurang perhatian. Adorasi berakhir jam 7.00, Saat itu terdengar bel berbunyi, kami  pindah ke kapel  dekat altar untuk ikut misa pagi. Selesai misa kembali ke kamar, berkemas-kemas dan menarik sprei tempat tidur untuk diletakkan di keranjang yang tersedia di depan kamar.  Dimanapun kami berada kami berusaha untuk meninggalkan tempat dalam kondisi rapi.
Mencari ruang tempat sarapan pagi sempat membuat kami berputar-putar dan beberapa kali bertanya pada petugas basilika dan kebersihan yang kami temui. Bangunan terdiri dari beberapa lantai, banyak ruangan dan koridor. Ruang makan berada di lantai paling bawah, harus turun tangga lagi. Sarapan khas roti Prancis, yang sering saya sebut Roti Pentung. berikut selai dan mentega. Minuman panas kopi, teh. Silahkan makan minum sekenyangnya. Kami sarapan bersama dengan rombongan siswa siswi sekolah  yang jumlahnya puluhan, rupanya mereka sedang mengadakan retret. Pantas saat kami pesan tempat, fasilitas kamar untuk satu orang dan dua orang perkamar sudah penuh, Harga perkamar untuk 1 orang Eur 16 sementara untuk sekamar berdua Eur 13 perorang. Ini menjadi pengalaman unik buat kami yang belum pernah tinggal di guest house susteran. Sayang kalau hari terakhir di kota Paris hanya habis dihotel. Kalau menikmati kota Paris tengah malam kami agak khawatir di jalan   Waktu sarapan hanya sampai jam 08.30. Kami harus segera check out.





Sementara dari luar mulai berdatangan turis ketempat ini. Pagi-pagi pun sudah ada sepasang pengantin lagi. Menurut info yang kami dengar dari penduduk di daerah ini, hampir setiap hari ada pengantin yang mengambil foto dilokasi ini. Apalagi dipagi yang cerah seperti hari ini.


Menjelang pukul setengah sepuluh kami mulai menuruni bukit Montmartre.  Mengambil  bus no. 80 tapi tidak transit di Place de Clichy seperti waktu datang, melainkan langsung ke Gare Saint Lazare ganti bus No 53 ke Opera  lalu mengambil bus No 39 untuk mengunjung Louvre. Semakin banyak mencoba rute-rute bus semakin banyak yang bisa dilihat. Apalagi transportasi bus disini nyaman dan teratur.









Musium Louvre sangat strategis letaknya, dekat dengan Palais Royal, Rivoli, Pont des Arts, jembatan yang penuh dengan gembok –gembok cinta. Dekat tempat ini, di 2 Place du Louvre ada gereja yang kami kunjungi Eglise Saint Germain l’Auxerrois.  Gereja tua ini juga sedang menggalang dana untuk pelestarian bangunan. Bangku gereja masih menggunakan anyaman rotan, kalau mau berlutut memakai bangku yang lebih kecil dan rendah dengan atas punggung bangku agak lebar untuk meletakkan  kedua lengan tangan.  Sebagian batu dinding dalam gereja sudah mulai berwarna kehitaman dimakan usia. Tepat pukul 12 siang, diadakan misa disalah satu kapel kecil dalam gereja.
Dari gereja ini kami kemudian menuju Rue Rivoli, mampir disalah satu café untuk makan siang, tinggal pilih makanan di etalase kaca untuk dipanaskan dengan microwave.. Harga sudah tercantum. Kami duduk di dalam café yang lumayan banyak pengunjungnya  di jam istirahat kantor.

Sisa waktu kami gunakan untuk mengunjungi Jardin des Tuileries. Taman  umum yang sangat luas, dikelilingi bunga-bunga yang bermekaran dan beberapa patung karya seni menjadikan taman ini banyak dikunjungi wisatawan juga.  



Begitu pula karyawan kantor berjas lengkap  menghabiskan waktu istirahat sambil tidur berjemur matahari. 



Kursi taman banyak tersedia, kami pun ikut duduk melonjor buat menghangatkan jari-jari kaki. Burung dara dan merpati terbang bebas disekitar kami. Sementara serombongan pria setengah baya bermain lempar bola besi. Entah permainan apa namanya?
Rasanya penduduk kota ini di manja sekali, selalu tersedia tempat  buat rekreasi gratis. Tapi bukan berarti kota ini bebas dari kemiskinan, Hanya beberapa meter dari tempat kami, duduk sambil tidur berjemur seorang wanita kulit putih tunawisma. Sempat kami lihat wanita itu masuk ke sudut dinding taman yang tertutup dahan-dahan pohon. Ternyata ada kran air disitu yang dia gunakan untuk menggosok gigi dan membersihkan badan. Sementara anjing peliharaannya dengan tali diikat pada batang pohon berbaring dengan mata waspada, memperhatikan gerak gerik majikannya. 
Jam besar diatas bangunan megah di seberng taman sudah menunjukkan pukul empat lewat seperempat.





Kami mulai bersiap-siap meninggalkan taman. Mengambil jalan   Rue de pyramides, persis dipintu keluar taman. Di jalan ini terdapat Patung Penunggang Kuda keemasan yang dinamai Jeanne D’Arc Statue Paris.  Berjalan santai menuju Opera. Semua trotoar buat pejalan kaki lebar dan nyaman. Tidak ada jalan becek berlumpur. Sepatu tetap bersih. Kemanapun kami berjalan rasanya bebas polusi debu dan asap knalpot. Kapan ya Jakarta bisa senyaman ini.
Tidak sampai sepuluh menit kami sudah sampai di persimpangan jalan sebelah Royal Opera Café dan gedung Opera Garnier sudah di depan mata. Melewati Avenue de la Opera  banyak tempat yang bisa dikunjungi. Misalnya Eglise Saint Roch.  Place Vendome, dengan  tugu batu berwarna hijau dilapangan luas    
Sementara bila menelusuri kawasan boulevard Capucinne akan kita temui tempat wisata Place de Madeleine. Awalnya tempat ini merupakan tempat ibadah orang Yahudi yang kemudian menjadi gereja katholik dan sekarang menjadi monumen kejayaan pasukan Napoleon.  Bangunan ini letaknya cukup dekat dengan Place de la Concorde. Tempat seluas 8 hektar lebih ini dengan tugu lancip bagian atas berlapis emas ditengah alun-alun, dilengkapi air mancur dulunya di jaman revolusi Perancis menjadi tempat eksekusi dengan pisau guillotine. Termasuk ratu Marie Antoinette juga dipenggal kepalanya di alun-alun ini.
 Sementara di sekitar Gare St Lazare terdapat Eglise Saint Augustine dan Trinity Church.  Semua tempat wisata ini mudah ditempuh dengan berjalan kaki.
 Menunggu waktu kembali ke airport, kami habiskan dengan duduk diatas tangga Opera Garnier yang cukup menyilaukan mata sorot mataharinya sore itu.  Ratusan turis dan karyawan yang baru bubar kantor menikmati sinar matahari sore sambil menyaksikan seorang pemuda menyanyi dengan gitar ditangan melantunkan lagu-lagu untuk menambah ceria suasana. Siapapun asal berani tampil boleh maju untuk unjuk kebolehan. Tidak perlu takut diejek meski suara  pas-pasan atau bahkan jelek. Penonton  tetap akan bertepuk tangan menyemangati. Bahkan seorang anak lelaki, berumur sekitar 4 - 5 tahun berani tampil meski tidak hapal lirik lagu. Membuat para penonton tersenyum senang melihat kepolosannya dan keberanian bocah itu
Sudah hampir setengah enam, kamipun kembali berada di dalam Roissy Bus yang haltenya berada disamping gedung Opera.  Bus yang akan membawa kami kembali ke CDG Airport. Berhenti di terminal satu.
AU REVOIR PARIS!!!
Qatar Airways mengantar kami kembali ke tanah air dan mendarat dengan mulus di bandara Soeta tanggal 16 May 2014 jam sepuluh malam


Doha tampak dari atas pesawat.
 
V. Tips-tips keamanan
Pasport merupakan dokumen yang amat sangat penting di negara orang. Oleh  karena itu mutlak untuk dijaga baik-baik. Kehilangan pasport bisa membuat rencana berantakan dan habis waktu mengurus Surat Laksana Perjalanan di kedutaan Indonesia dikota setempat. Jadi  seperti yang sudah diulas sebelumnya. amankan pasport, uang, tiket-tiket transportasi di kantong/safety pocket dibalik baju atau celana panjang.  Saking hati-hatinya, tidurpun kantong very important things itu tetap nyantol dileher. Menggunakan jaket berkantong juga sangat membantu untuk  menyimpan uang kecil, tiket bus/metro keperluan sehari-hari ataupun barang-barang kecil lainnya supaya tidak repot dijalan.
Dengan tas ransel yang hanya berisi baju dan perlengkapan seperlunya, kami tidak perlu takut hilang dan gampang  turun naik kendaraan umum ataupun tangga, ketimbang menggerek-gerek koper.
VI. Lokasi Wisata dan Sistem transportasi kota tujuan
Memahami jalan-jalan menuju lokasi wisata baik dengan berjalan kaki ataupun transport umum ada baiknya dipelajari dulu sebelum berangkat. Nevers dan Lourdes hanya kota kecil, tidak serumit Paris tentunya. Banyak informasi-informasi di internet yang bisa kita peroleh bila kita mau meluangkan waktu. Kesasar di kota besar seperti Paris, selain membuang waktu juga membuat rencana tujuan jadi gagal.  Belum lagi kalau sampai harus menggunakan taxi bisa membuat bengkak biaya. Meskipun  disetiap halte bus dan metro selalu tersedia peta dan rute masing-masing bus yang berhenti di depannya. Perlu memahami dan mengerti. Jadi jangan sampai buta jalan samasekali.
VII  Ringkasan   Biaya per orang
Biaya pembuatan pasport IDR 255.000,-
Biaya Visa Schengen Eur 85 (dibayar dengan rupiah berdasarkan kurs yang berlaku)
Premi Polis Asuransi Perjalanan USD 28 untuk pertanggungan sebesar USD 50,000,-
Tiket pesawat  pp Jakarta – Paris – Jakarta USD 871
Tiket Kereta Api  pp Paris – Lourdes – Paris  Eur 86
                                      Pp Paris – Nevers – Paris Eur  54
Transportasi  pp  CDG airport – Opera – CDG Airport Eur 21  (2 x Eur 10.50)
Tiket Bus/Metro – 4 carnet (40 lembar ) untuk bertiga Eur 57 , perorang Eur 19
(Bila membeli di toko TABAC atau mesin otomatis dalam hotel. harga lebih mahal 1 sampai 1,5 Eur per carnet. Di loket metro harga carnet untuk 10 lembar tiket Eur 13,70 )
Biaya Makan dan Minum 
Untuk ukuran perut kami, cukup Eur 10 perhari/ perorang. Beberapa kali  kami membeli paket      Mc Donald dan Kebab seharga Eur 7, Seporsi bisa untuk berdua atau 2 x makan.  (bawa kotak makanan banyak gunanya, bila porsi makanan besar bisa sebagian disimpan, sayang kan dibuang  sudah bayar mahal )
Akomodasi.
Paris  - Hotel Ibis Budget Porte de Bercy Eur 63 per kamar bertiga , Perorang Eur 21
                  Guest house Basilica Sacre Coeur Eur 6 permalam/perorang
Tempat ini bisa menjadi alternative untuk menghemat akomodasi bila tidak ingin tinggal di hotel selama di  Paris
Nevers – Hotel Du Verdun Eur 47 perkamar bertiga. Perorang Eur 15,66
Lourdes – Hotel Du Musee Eur 39  -  Perorang Eur 13
                      Hotel Du Viscos Eur 43 -  Perorang Eur 14,33
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Biaya hotel bisa di hemat dengan cara pulang hari saat ke Nevers dan pulang pergi dengan kereta malam saat ke Lourdes.               
Buat yang suka berpetualang, apabila bepergian lebih dari 2 orang, ingin hemat dan merasakan pengalaaman bercamping, bisa menghubungi Camping Du Loup Lourdes, letaknya sekitar 1 km dari La Grotto. 
Ziarah ke Lourdes??  jangan ragu. Pasrahkan semua niat hati didalam doa, Yakin dan percayalah  karena bila Tuhan berkenan dengan niat hati kita maka tidak ada yang tidak mungkin. Semua akan diberikan dan dilancarkan jalannya. 
Mudah-mudahan dengan berbagi pengalaman ini semakin banyak umat kristiani yang bisa berkunjung ke Lourdes. Bila ada yang ingin ditanyakan lebih jauh, jangan ragu untuk menghubungi.

 email saya  : ciscaing@yahoo.com
Kami akan berbagi info sejauh yang kami ketahui.
Salam damai.

Monday, June 23, 2014

Perjalanan ziarah Paris-Nevers-Loudres Part IV

-->
Part I
Part II
Part III


Hari ke 4 – Tgl 10 May 2014


Waktu belum menunjukkan pukul 06 pagi tapi kami semua sudah bangun. Dari balik jendela kaca kami melihat cuaca diluar. Wah kami sedikit kecewa karena cuaca mendung dan hujan rintik-rintik. Namun kami tetap siap-siap untuk melanjutkan rencana hari ini.  



Buru-buru kami ke halte bus. Udara  sangat dingin. Angin kencang membuat dingin terasa menusuk sampai ke tulang. Jaket, syal, topi selalu kami pakai. Kulit muka terasa kering, meski sudah memakai krim pelembab muka dan bibir, Tiba-tiba saat menunggu di halte hujan deras kembali mengguyur. Cuaca di kota Paris memang sering mendadak berubah. Syukurlah bus datang tidak lama kemudian. Paling tidak di dalam bus lebih hangat.  Lumayan penuh penumpangnya karena   jam sibuk orang-orang yang berangkat kerja dan sekolah.



 
Tujuan kami turun di St Michel, menikmati keindahan Place Saint Michel, La Fontaune Saint Michel.  Sambil berjalan kaki menuju Notre Dame Cathedrale yang terkenal.



Saat kami mengambil foto-foto di depan Notre Dame, lonceng gereja berbunyi. Wah kebetulan sekali berarti kami bisa sekalian ikut Misa pagi.  Semula kami rencananya akan ikut misa jam 18.15 sore sebelum berangkat dengan kereta api malam ke Lourdes. Menurut jadwal,  misa diadakan beberapa kali dalam sehari pk 08.00, 09.00, 12.00, 18.15. Lengkapnya bisa dilihat melalui www.notredamedeparis.fr
Misa diadakan di tempat paduan suara. Dalam bahasa Prancis, namun kami tetap khusuk mengikutinya. Berada di dalam katedral yang begitu indah dan megah serta hening otomatis membuat perasaan kami ikut terhanyut dalam suasana sakral. Cukup banyak umat yang mengikuti misa pagi.












Selesai misa kami berkeliling mengagumi keindahan seni, ukiran katedral yang selalu menjadi tempat singgah turis mancanegara yang pagi itu sudah mulai berdataangan. Diluar katerdal ternyata sedang turun hujan. namun tidak menyurutkan niat kami dan turis lainnya untuk menjelajahi setiap sudut katedral.



 
Kebetulan di halaman katedral yang sangat luas itu sedang berlangsung festival roti didalam tenda raksasa. Etalase kaca penuh aneka croissant, pie, pizza, roti yang membuat ngiler selera.  Bagaimana tidak,  kami  bisa menyaksikan pembuatannya, mencium aroma harum yang  membuat lapar perut, fresh from oven.
Kamipun membeli beberapa macam roti sekalian untuk bekal siang kalau-kalau  tidak sempat atau malas mencari makan. Untungnya perut kami bukan tipe perut yang harus ketemu nasi. Asal ketemu roti croissant, burger atau pie  sudah cukup.



Dari Notredame kami menuju jalan Pl Jean Paul II, menyusuri sungai Seine lalu berbelok ke Boulevard du Palais, penasaran melihat gedung megah dengan ukiran keemasan di gerbang dan bangunannya, sementara banyak orang mengantri disekitar sana. Ternyata itu bangunan Tribunal de Grande Instance. Yang merupakan gedung peradilan.


Setelah mengambil beberapa foto, kami kembali mencari halte bus 24, di pinggir sungai Seine untuk kembali ke Hotel karena harus check out  jam 12.00.
Sayangnya hujan kembali mengguyur sewaktu kami selesai check out, terpaksa kami menunggu di ruang resepsionis hotel. Jam 2 siang hujan mulai reda meskipun belum berhenti total. Bosan menunggu akhirnya kami naik bus 24 untuk langsung ke Gare d’Austerlitz, melihat situasi stasiun tempat kereta malam yang akan membawa kami ke Lourdes.  Setelah hampir 2 jam menunggu di Gare d’Austerlitz, sekitar pk 16.30 cuaca kota Paris mulai bersinar terang.













Matahari kembali muncul. Tidak mau melewatkan kesempatan baik ini, kamipun memutuskan mencari bus no 63 jurusan Porte de la Muette untuk mengunjungi Saint Sulpice Church. Saat kami tiba rupanya baru saja bubar misa, kelihatan khusus untuk anak-anak sekolah. Kami kurang tahu persis. Tapi sepertinya acara Komuni Pertama.
Setiap memasuki gedung gereja, kami selalu mempunyai kesan berbeda karena keunikan dan keistimewaannya juga berbeda. Bangunan gereja memang banyak sekali tersebar di kota ini.  Setiap bangunan gereja yang kami kunjungi mempunyai banyak kapel kecil didalamnya yang diberi nama menurut nama Santo dan Santa.
Dari tempat ini kami sempat bingung mencari Eglise  Saint Germain Des Pres. Tapi saya yakin tempat itu  tidak jauh dari Saint Sulpice. Supaya kami bertiga tidak kesasar terlalu jauh, saya tinggal dulu kedua teman seperjalanan untuk mengecek jalan. Saya bertanya pada seorang nona yang sedang menunggu di halte.
                  “Excusez Moi Mademoiselle. Ou est la direction pour Saint Germain Des Pres?”  tidak peduli meskipun salah, yang penting si mademoiselle ngerti maksud saya. Dan ternyata dia memang langsung balik bertanya.
                  “Bus?’
                  “Non. Eglise,” jawab saya.
Lalu mademoiselle berkaca mata itu menjelaskan dalam bahasa Prancis yang membuat saya langsung nyengir : “ Je suis desole. Je ne comprends pas Francais.”
Langsung dia mulai menjelaskan dalam bahasa Inggris sambil menggerak-gerakkan tangannya menunjuk arah. Dia sempat mencegah saya sambil berseru sewaktu saya tidak menuju arah yang dia tunjuk
“My friends waiting over there,” sahut saya sambil menunjuk arah blok berlawanan
 Kemudian kami kembali melewati halte itu, si nona berkaca mata masih menunggu bus.
Saya pun menyapa : “Mademoiselle. Merci beaucoup.”
Ternyata Eglise memang tidak jauh, hanya belok satu blok sudah kelihatan.
Didalam gereja sedang berlangsung paduan suara. Bukan main indahnya. Hanya dinyanyikan oleh  8 atau 9 orang remaja saja (saya lupa berapa persisnya). Paduan suara di gereja-gereja disini pasti tidak butuh microphone, ruang dalam gereja besar dan luas, atap bangunan dan pilar-pilar  gereja tinggi dan kokoh meski sudah tua usianya.  Suara para remaja itu bergema merdu dan indah ditelinga meskipun kami tidak mengerti lagu yang mereka nyanyikan. Diakhir acara baru kami tahu kalau mereka sedang menggalang dana untuk pelestarian gereja yang memang sering dikunjungi turis juga. Beberapa anggota panitia mulai menyodorkan keranjang ke para pengunjung. Sukarela. Berapapun boleh. Jadi kamipun ikut berpartisipasi meskipun tidak banyak.
Sore itu jalan-jalan disekitar Boulevard Saint Germain terlihat ramai.  Sudah bubar kantor, penduduk dikota ini lebih suka menikmati sinar matahari sore sambil menikmati makan, minum di café dan restoran yang banyak tersebar di jalan-jalan  kota Paris. Kami tidak ikut duduk-duduk, lebih memilih  naik ke bus no. 63, ke stasiun, turun di Gare d’Austerlitz, sebelum bus meluncur ke Gare de Lyon. Banyak bus-bus diparis melewati daerah-daerah wisata. Jadi sering naik turun bus dan jalan kaki bisa melihat banyak tempat yang menarik dibanding naik metro.
Berbeda dengan suasana sepi saat kami menunggu di Gare d’Austerlitz siang tadi. Suasana stasiun sangat ramai. Karena distasiun ini memang khusus untuk semua perjalanan kereta antar kota yang berangkat malam hari.  Petugas keamanan juga banyak terlihat demi keamanan penumpang. Disetiap ruang tunggu terpampang layar untuk mengumumkan kedatangan dan keberangkatan kereta beserta nomor platform dengan jelas. Penumpang tidak perlu pusing-pusing mencari informasi.
Setengah jam sebelum keberangkatan, kami mulai antri dengan tertib. Penumpang diperbolehkan membawa binatang peliharaan. Didepan kami antri seorang wanita dengan seekor anjing yang sudah dimasukkan ke dalam tas khusus hewan peliharaan. Pemeriksaan karcis tergolong ketat. Jelas membuat kami merasa aman karena penumpang gelap pasti sulit untuk menyelinap kedalam gerbong. Semula kami sudah diwanti-wanti untuk berhati-hati kalau naik kereta malam. Takut nanti tas digondol orang gara-gara tidur pulas. Syukurlah tidak perlu cemas. Karena sudah cape dan tempat duduk kelas 2 juga nyaman maka malam itu kami tidur pulas semua di dalam kereta. Namun kami sudah menyalakan alarm di ponsel pk 05.45. Berhubung kereta  sampai dikota lourdes pk 06.05. Dari Lourdes, kereta akan terus meluncur ke kota Bayonne dan Irun. Jaga-jaga jangan sampai ke bawa kekota berikutnya.
Hari ke 5. Tgl 11 May 2014

Karena sudah terbiasa tidur dengan siklus 5 jam, baru jam 4 saya sudah terbangun. Dari kaca jendela diluar masih gelap. Dengan bantuan cahaya lampu seadanya pemandangan diluar hanya terlihat remang-remang.  Kereta mulai memasuki stasiun Tarbes. Nah berarti Lourdes berikutnya. Sesuai jadwal, kereta mulai memasuki stasiun Lourdes.  Penumpang yang turun tidak terlalu banyak saat itu. Udara terasa sangat dingin. Berbeda dengan  kota Paris. Dinginnya membuat kami menggigil. Maklum kota ini berada dilembah gunung Pyrenees. Pagi itu cuaca juga kurang bersahabat. Hujan turun lagi. Kami menunggu sambil minum coklat hangat dari mesin otomatis dengan memasukan uang koin sebanyak Eur 1.2 untuk satu cap plastik ukuran 200 ml. Cukup efektif untuk menghangatkan tubuh yang menggigil. Pukul 07.20 kami sudah siap memakai jas hujan dan payung. Tidak mau menunggu lama-lama distasiun kami nekat menerobos hujan untuk langsung ke La Grotte. Sebenarnya di depan stasiun ada halte bus yang bisa mengantar penumpang sampai ke pintu Sanctuary Lourdes, Rue Saint Joseph, namun kami malas menunggu bus dan memilih untuk jalan kaki. Sengaja kami mengambil jalan melewati Hotel Ibis, lurus  menelusuri Avenue General Baron Maransin karena kami rencananya mau ke gereja Hati Kudus Yesus yang berada di Rue Eglise. Dari dalam stasiun Lourdes menara bangunan gereja inipun terlihat jelas. Jarak dengan stasiun tidak terlalu jauh tapi berhubung hujan langkah kaki menjadi lebih perlahan dan jalannya menurun. Belok ke Rue Eglise yang ada disebelah kiri Avenue General Baron Maransin, tampak berdiri kokoh dan ramping gereja Hati Kudus Yesus. Jas hujan  yang basah kuyup kami simpan dalam kantong, lalu membuka pintu gereja.

Rasa haru langsung menyergap, bagaimana tidak? Berdiri ditengah altar patung putih besar Tuhan Yesus dengan kedua lengan terulur seolah-olah menyuruh setiap umatnya mendekat ke hatinya yang Maha Kudus. Hati Yesus pun terukir didada. Indah sekali. Dengan latar belakang organ pipa besar.


Sementara didepan altar berdiri patung Maria dari Fatima, lengkap dengan karangan bunga dan usungan seperti yang sering diarak saat perayaan penampakan Maria dari Fatima di Portugal. Sengaja kami memilih barisan depan. Meskipun gereja masih kosong, kami tidak mengecek jadwal, tapi kami yakin pasti ada misa karena ini hari minggu. Dan terlihat lilin menyala dimeja altar, juga koster yang mulai menyiapkan keperluan misa. Lalu terdengar lagu puji-pujian dari organ pipa. Sulit rasanya menggambarkan perasaan kami yang campur aduk karena rasa haru ternyata akhirnya kami bisa sampai dikota peziarahan kami ini. Pk 08.30 umat yang kebanyakan penduduk setempat mulai berdatangan, memenuhi bangku-bangku panjang. Mereka kelihatan sangat akrab dan saling mengenal satu sama lain. Mungkin karena Lourdes kota kecil dengan penduduk yang hanya beberapa puluh ribu saja. Nyanyian dari organ pipa membuat waktu tidak terasa lama meskipun harus menunggu satu jam untuk mengikuti misa minggu pagi sekaligus merayakan penampakan Maria dari Fatima yang jatuh pada tanggal 13 May. Sungguh beruntung sekali bisa ikut merayakannya. Timbul keyakinan dihati, Tuhan Yesus dan Bunda Maria senantiasa menyertai perjalanan ini. Niat dan keyakinan yang membuat kami berani melangkah sampai sejauh ini.



Selesai misa dan berkeliling didalam, kami langsung menuju Rue de la grotte, melewati hotel Du Musse tempat kami akan menginap selama 2 malam.  La Grotte  sudah semakin dekat hanya tinggal 6 menit saja.


Patung Bunda Maria bermahkota emas yang berdiri tegak menghadap Basilica Rosary sudah nampak di mata. Banyak peziarah mengabadikan diri berfoto di depan patung. Kami tidak langsung masuk ke dalam basilika, tapi menuju kran –kran air, menampung dengan kedua tangan untuk membasuh muka dan meminumnya.






Lalu mulai antri berbaris menyentuh batu gua Maria yang disebut Grotto of Massabielle, tempat dimana terletak mata air yang tidak pernah kering yang keluar dari tanah yang dikeruk oleh kedua tangan Santa Bernadette. Sumber mata air itu ditutup dengan lapisan kaca. Sorot lampu membuat peziarah bisa melihat jelas air yang terus menerus keluar dari mata air. Disampingnya terletak kotak-kotak besar tempat untuk memasukkan intensi-intensi. Ditengah gua berdiri seorang petugas dengan rosario ditangan sambil mengawasi para peziarah. Petugas sukarelawan memang banyak tersebar diareal gua. Selain untuk membantu para peziarah juga untuk menjaga keheningan tempat doa ini. Bila merasa belum puas, boleh berkali-kali mengelilingi gua, yang penting kembali antri, tidak membutuhkan waktu lama untuk antri.  Gua ini terbuka 24 jam setiap hari.
                  Kemudian kami bergabung dengan peziarah dari segala penjuru dunia mencari bangku kosong yang banyak tersedia di depan gua untuk berdoa. Berada di tempat ini membuat kami tiba-tiba jadi cengeng, sementara tangan memegang butir-butir rosario. Disinilah tempat kerinduan hati kami dan jutaan  orang lainnya.
Meskipun udara dingin membuat kaki dan tangan menggigil tak tertahan namun kami tetap bertahan menyelesaikan doa pribadi masing-masing.










Kemudian baru kami berpindah tempat ke dalam Basilica Rosary. Disebut demikian karena interior basilika menggambarkan 15 peristiwa doa rosario . Dari pintu masuk basilika bila kita melangkah kesebelah kiri maka kita bisa menyaksikan setiap kapel kecil dengan atap berbentuk kubah, terbuat dari mosaik yang menggambatkan  5 peristiwa gembira, lalu 5 peristiwa sedih berada ditengah basilika dan disebelah kanan 5 peristiwa mulia, lengkap dengan tulisan dalam bahasa latin. Seluruh peziarah mengelilingi setiap peristiwa sambil berdoa pribadi. Ada juga yang sekedar mengagumi buat yang bukan Kahtolik.

                  Diluar basilica, kami mulai menapaki tangga-tangga  mendekati kubah dengan  Mahkota dan Salib Emas besar.





Kemudian  menuju  Basilica of Our Lady of the Immaculate Conception dan Crypt Chapel. Dari atas tempat ini terhampar dibawah lapangan luas depan Basilica Rosary yang menjadi tempat para peziarah melakukan prosesi lilin sambil berdoa rosario dalam berbagai bahasa.





Kami pun mengunjungi basilica bawah tanah, Basilica St Pius. Lukisan para santo dan santa dengan  keterangan singkat dibawah bergantung mengelilingi  basilica yang sangat luas ini. Disekeliling basilica  juga dihiasi dengan tulisan doa Bapa Kami dari bahasa-bahasa di dunia. Sayangnya saya tidak tahu dimana letak doa  Bapa Kami dalam bahasa Indonesia. Atau belum ada??
Setiap lima belas menit lonceng berbunyi (menurut info dari pk 07 pagi sampai 10 malam) dan setiap jam  lonceng  melantunkan lagu Ave  Maria dari Lourdes. Bunyi lonceng sangat membantu peziarah untuk bersiap- siap kalau ingin mengikuti misa dengan jadwal dan bahasa yang di pilih. Atau saat ingin mengikuti acara Holy bath.


Karena  sudah hampir jam sebelas siang, kami meninggalkan tempat suci ini untuk check in hotel. Sekalian istirahat sebentar. Siang itu kami sempat berbelanja disalah satu toko souvenir, selesai membayar seorang penjaga wanita bilang terima kasih. Wah kaget juga. Wanita itu tahu sepatah kata bahasa Indonesia.
Urusan perut, disini gampang cari. Sepanjang jalan dipenuhi toko souvenir, café, dan konter makanan. Harga juga tidak mahal. Untuk 1 croissant kosong Eur 0.9 sementara untuk croissant isi atau roti lainnya ada yang berkisar mulai Eur 1,5Karena dari tanah air kami membawa sekantong abon dan mubasir kalau dibawa pulang ke Jakarta lagi, kamipun membeli roti tawar gandum seharga Eur 3, isi kurang lebih 14 lembar. Selama di kota ini tidak perlu membeli air minum. Cukup mengisi botol-botol minum dari kran di gua Maria.






Dari pintu gerbang Rue Saint Joseph, bila kita melewati Avenue Bernadette Sorbirous, akan ketemu bangunan tua bertulisan Accueil Marie Saint Frai 1874. Didalamnya terdapat Chapelle Notre Dame des Douleurs. Saat itu pohon mawar yang tumbuh merambat tinggi di tembok depan pintu masuk kapel sedang bermekaran. Cantik sekali. Tepat diatas bagian dalam kapel terdapat patung Pieta. Altar dibawah Pieta juga dihiasi bunga mawar. Bila dilihat dari dekat, patung ini sungguh menyentuh hati. Kesedihan terlihat jelas dari sorot mata dan wajah Bunda Maria saat memangku tubuh Tuhan Yesus yang terkulai setelah diturunkan dari kayu salib. Bila anda berziarah ke Lourdes, sempatkan diri untuk mengunjungi kapel ini. Sewaktu kembali ke tanah air saya mencari sejarah tempat ini yang ternyata merupakan salah satu bangunan tertua yang juga menjadi tempat penginapan bagi para peziarah yang sakit dan tempat para sukarelawan dilatih, kerja sosial untuk menolong peziarah yang sakit.


Sementara hotel tempat kami menginap persis bersebelahan dengan Musee de Cire dan berseberangan dengan kapel Sainte Claire yang juga  terbuka untuk umum. Jadwal misa dan doa tercantum di pintu masuk. Kami menyempatkan diri masuk meski hanya sebentar. Malam Ini kami belum ikut prosesi lilin. Kami memilih untuk istirahat karena gerimis kembali turun. Mata mulai terasa perih karena terpaan angin dingin dan lelah.

Hari ke 6 – tgl 12 May 2014


 
                  Hawa dingin kota Lourdes membuat kami jadi bangun kesiangan. Sudah hampir jam 7. Buru-buru kami sarapan bekal roti. Kemudian kembali ke Grotto untuk berkeliling lalu mengikuti misa berbahasa Inggris jam 09.00 di salah satu dari sekian banyak kapel di lokasi ini. Chapelle Cosmas and Damian. Mumpung hari ini  cerah, begitu selesai misa kami langsung menuju Chemin de Croix. 


Jalan Salib yang dimulai dari seberang jalan, samping basilika.  Patung malaikat menyambut kedatangan setiap peziarah yang hendak melakukan jalan salib.  Di stasi pertama. berdiri patung Yesus seukuran tubuh manusia, tangan terikat , dengan para algojo dibelakangnya. Patung Yesus ini persis berada di atas anak-anak tangga. Cukup tinggi dan untuk menuju keatas harus dengan berlutut. Karena faktor umur, tante kami tidak ikut, Kami berduapun mulai berlutut dianak tangga pertama sambil berdoa.
Ya ampuuun!! Baru beberapa anak tanggal saja lutut kami sudah berasa sakiiit sekali setiap kali mau menapakkan lutut di anak tangga berikutnya. Padahal kami tidak bawa beban apa-apa di pundak. Beban dosa? Pasti. Kaki gemetar kesakitan bahkan sampai harus merangkak untuk mengangkat tubuh sendiri. Saya tidak berani menghitung berapa banyak anak tangga. Hanya bisa berharap semoga peziarah di depan saya cepat sampai. Setiap naik satu anak tangga, pria di depan saya berdoa cukup lama, sementara ada rasa sungkan untuk mendahului meskipun tidak ada peringatan “Dilarang saling mendahului”.  Lega rasanya begitu sampai di tangga teratas. Begitu berdiri rasa sakit dilutut langsung hilang. Kami mulai melanjutkan ke stasi selanjutnya dengan berdoa secara pribadi sepanjang  Jalan Salib
 Diperhentian ke 15 jalan salib, diatas dahan pohon lebat yang menaungi batu bulat besar yang merupakan lambang kebangkitan Yesus, banyak sekali bergantung untaian rosario yang menurut saya pasti sengaja dilemparkan para peziarah dengan niat atau harapan-harapan khusus. Saya sendiri punya harapan semoga bisa kembali lagi kesini. Jadi rosario yang saya pakai selama jalan salib saya taruh disela – sela tebing batu di perhentian itu. Siapa tahu kelak bisa kembali kesini.  Kemudian teman sayapun mengungkapkan sewaktu berlutut di tangga-tangga stasi pertama lututnya kesakitan.
                  “Sama Yen, aku juga kesakitan,” sahut saya, rupanya faktor umur nggak pengaruh ya.
Selesai jalan salib, langsung makan siang. Lalu mulai ikut antri di tempat permandian. Hanya tante dan teman. Sementara saya menunggu di depan grotto sambil ikut doa rosario. Cuaca mulai kembali mendung, dingin menusuk. Bahkan setelah teman dan tante selesai acara di permandian, mereka juga bilang kedinginan sampai menggigil. Teman saya yang badannya memang kurus kecil dengan tampang imut itu sampai dipeluk oleh seorang ibu dari Italia yang bertubuh gemuk. Si ibu menyuruh untuk menempelkan tangannya diperut. Sambil menggosok-gosok punggungnya. Lalu disuruh mengunyah permen yang dibawanya. Saking imutnya, sukarelawati di dalam ruang permandian sampai mengelus-elus kepalanya.. Oh So Sweet. Dikira masih anak ABG Yen. Sementara yang dialami tanteku lain lagi. Ketika diminta berdoa dan mengucapkan permohonan pribadi, tanteku tiba-tiba malah menangis tersedu-sedu. Entah kenapa rasanya seperti ada  yang menyentuh hati, katanya. Padahal tanteku orang yang susah menangis. Sementara kedua relawati disampingnya dengan sabar dan kata-kata menghibur menenangkan keterharuannya. Rasa toleransi dan persaudaraan di tempat ini memang tinggi. Saling mengalah, saling membantu, saling tersenyum setiap kali berpapasan sesama peziarah.  


Kami kembali  mampir di toko-toko souvenir untuk mencari barang-barang titipan keluarga dan teman. Tinggal pilih. Mau yang mahal atau murah, sesuai kantong. Mulai dari Eur 0.20 untuk medali-medali kecil sampai yang ratusan Euro.  Sekalian beli lilin untuk ikut prosesi malam ini. Lilin cukup panjang berikut kertasnya, untuk melindungi cahaya api dari hembusan angin, seharga setengah euro.



Setengah sembilan malam kami sudah berada didepan La Grotto untuk mengikuti prosesi jam sembilan malam. Dari segala penjuru area sanctuary peziarah berdatangan. Prioritas utama diberikan untuk yang cacat, sakit, dan orang tua dengan kursi roda. Dari atas basilika juga sudah berkumpul peziarah dengan lilin ditangan. Pemandangan yang pasti mengharukan melihat ribuan cahaya lilin dari atas bangunan basilica. Doa rosario dan lagu Ave Maria dari Lourdes dinyanyikan dalam berbagai bahasa. Pintu basilika ditutup. Lukisan mosaik disepanjang pintu besar dan lebar itu jadi nampak berkilau keemasan tertimpa cahaya lampu. Acara selesai sekitar jam sepuluh lewat. Sebagian umat masih bertahan di depan gua untuk berdoa, yang lain mulai berpencar kembali ke hotel atau toko-toko yang banyak belum tutup.
Hari ke 7. Tanggal 13 May 2014
 
Kembali bangun kesiangan, sudah setengah tujuh lewat. Karena rencana ingin ikut misa jam 07.00 di Crypt Chapelle. Buru-buru gosok gigi, cuci muka langsung setengah berlari menuju keatas basilika. Untung tepat waktu juga sampainya. Kurang lebih 20 umat yang ikut misa pagi.  Sementara Pastor yang memimpin ada 3 orang.  Misa dalam bahasa Prancis.
Tanpa sengaja sewaktu saya menuruni tangga basilika bertemu dengan pastor yang memimpin misa. Dia menyangka saya dari Vietnam. Waduuh, mata saya tidak sipit, kulit juga rada gelap. Tapi memang ada darah Tionghoa. Saya mulai diajak ngobrol. Nah mulai lagi kalimat keramat keluar. Pastor yang ternyata dari India itu mulai ganti bahasa. Ternyata dia nyaris dikirim ke Jakarta oleh ordonya. Tapi karena satu dan lain hal tidak jadi. Rupanya si Pastor juga tertarik dengan situasi politik di Indonesia. Prihatin katanya dengan perilaku elit politik dan pejabat yang cuma mikirin kantong sendiri.
Pagi ini kami berkeliling menelusuri jalan-jalan dikota yang tenang, aman, tenteram tapi juga mulai dihuni pengemis-pengemis pinggir jalan. Miris juga melihat imigran-imigran ini mengais rejeki untuk mencari makan. Mereka bahkan membawa anak-anak juga untuk mengemis. Anak-anak kecil yang masih terlelap  di pelukan ibunya di depan emper-emper toko yang belum buka. Sama saja dengan pengemis di tanah air. Tidak bisa kami bayangkan bagaimana kalau musim dingin datang. Apa ada tempat penampungan untuk mereka? Dibulan May yang sudah mulai memasuki musim panas saja udara terasa dingin, apalagi musim dingin dan bersalju? Bisa beku dijalan.
                  Hari ini kami harus pindah hotel, karena besok harus naik kereta pagi jam 06.25, jadi kami pilih hotel dekat stasiun kereta. Hotel Du Viscos yang hanya berjarak sekitar 60 meter, 3 menit berjalan kaki. Sengaja kami mengambil jalan melewati Gereja Hati Kudus Yesus, gereja pertama saat kami memasuki kota Lourdes. Sekalian pamitan karena sisa waktu kami di Lourdes tidak melalui jalan ini lagi. Sambil menunggu waktu check in di hotel Du Viscos jam 11.00, kami habiskan waktu berdoa disini. Agak sedikit mengherankan buat kami karena saat itu banyak sekali umat yang memadati bangku gereja. Hampir semua pria berjas hitam, demikian juga wanitanya berpakaian hitam. Semua menunggu misa. Kami baru sadar saat misa mulai. Dari belakang, melewati lorong bangku umat sebuah peti mati dengan karangan bunga cantik diatasnya didorong menuju depan altar. Ternyata Misa Pelepasan Jenasah Madame J…. .  Saat itu kami duduk dibaris agak belakang, dekat pintu keluar. Dengan perlahan-lahan kami menyelinap meninggalkan bangku gereja setelah pastor memberikan berkat pembukaan. Diluar gereja banyak sekali rangkaian bunga dalam vas maupun keranjang sebagai ungkapan turut berduka cita.
                  Dihotel Du Viscos, kami bertemu dengan seorang Madame sudah lewat setengah baya, agak gemuk dengan wajah ramah dan murah senyum. Sebelum membooking kamar dihotel ini saya memang membaca ulasan para tamu yang sudah pernah menginap. Hampir semuanya terkesan dengan keramahan Madame ini. Dan ternyata memang benar. Kamar hotel bersih dan sedikit lebih luas. Hanya saja kamar mandi shower dengan wastafel dan toilet kecil, tapi bersih. Jadi tidak masalah buat kami bertiga.





Melalui jalan Boulevard de la Grotte kamipun turun kembali ke La grotte. Hari ini giliran saya yang mengikuti acara mandi. Yang lain kembali keluar masuk toko souvenir dan berkeliling. Karena berpencar maka kami tetapkan untuk bertemu di dalam Basilica Rosary.





Apalagi sudah ada tanda –tanda hujan bakal turun lagi. Sore ini yang mengikuti acara permandian tidak penuh seperti kemarin. Pakaian dilepas semua, ditutup dengan jubah biru. Dipinggir kolam setiap pezirah diminta berdoa sambil mengucapkan intensi pribadi. Selesai doa jubah dibuka sementara tubuh dibelit kain putih. Perlahan mulai turun kedalam kolam dengan air sebatas lutut saja Dalam posisi duduk didepan patung Bunda Maria, tubuh ditelentangkan dalam air, hanya sebatas leher, dibantu kedua sukarelawati disi kiri dan kanan. Setelah itu kembali berpakaian. Tubuh tidak perlu dikeringkan dengan handuk. Akan kering dalam sekejap.

Sore ini kami mencoba makanan Asia. Di depan hotel Grand hotel de la Grotte dekat simpangan jalan ada seorang wanita asal philipina yang sudah 6 tahun tinggal di Perancis, tetapi baru 3 tahun berdagang makanan di Lourdes. Menurut ceritanya banyak turis Indonesia suka mampir di konternya. Bahkan sering  menerima orderan untuk grup turis dari Indonesia. Meskipun ketemu nasi goreng dan lauk khas chinesse food tapi soal rasa memang beda. Rasanya makanan disini pada kurang garam. Nggak salah orang Indonesia suka bawa cabe botol.
Rencananya saya ingin melihat prosesi dari atas basilika tapi ketiduran. Ya sudahlah. Lanjut sampai pagi, toh kami memang sudah minta check out lebih awal.

lanjut ke Part V

sisca