Hari
1. 7 May 2014
Waktu keberangkatanpun tiba
setelah ditunggu begitu lama. Berhubung
tidak ingin direpotkan dengan urusan bagasi kami hanya membawa baju seperlunya.
Bulan May meski sudah mulai memasuki musim panas, udara masih dingin dan sering
turun hujan, bawa payung, jas hujan, jaket, topi, sarung tangan, kaos kaki buat
yang nggak tahan dingin seperti kami. Apalagi di Lourdes yang memang berada
dilembah gunung pyrenees.
Qatar
Airways berangkat dari terminal 2 Cengkareng. 3 jam sebelum keberangkatan kami
sudah diairport. 2 jam sebelum berangkat mulai antri boarding pass. Tepat pk
16.50 pesawat mulai bergerak namun sempat menunggu setengah jam dilandasan sebelum
ijin lepas landas diberikan. Tujuan langsung ke DOHA untuk transit dan ganti
peswat.
Sekitar
pukul 21.10 waktu Doha kami tiba di HAMAD Airport International. Pesawat
landing di tengah gurun yang oleh pemerintah Qatar dibangun menjadi bandara.
Begitu turun tangga pesawat shuttle bus sudah menunggu untuk mengangkut penumpang. Buat yang tujuannya Doha, mereka turun di terminal arrival. Sementara buat
penumpang tujuan berikutnya akan diturunkan di terminal departure. Jadi
perhatikan tempat yang dituju. Kalau ragu tanya pada petugas yang selalu siap
di depan pintu shuttle bus saat tiba diterminal sambil memberi informasi buat
penumpang.
Sambil
mengecek boarding pass tujuan Doha ke Paris kami mencari gate untuk menuju
ruang tunggu transit. Diareal terminal banyak layar pengumunan jadi yang kita
perlukan mengetahui nomor pesawat , tujuan dan jam keberangkatan sesuai yang
tertera di boarding pass.
Seperti
airport dibanyak negara, tempat shopping berjejer dengan harga wuah buat yang
berkantong pas-pasan. Waktu transit selama 4 jam kami gunakan untuk cuci mata
dan istirahat melonjorkan kaki.
Berbeda
dengan airportnya yang keren ternyata bagian toiletnya tidak terlalu bersih.
Sebagian karena banyak penumpang transit yang sepertinya tidak biasa
menggunakan toilet kering. Lantai becek.
Apa boleh buat kalo panggilan alam sudah gak bisa ditahan. Jangan tertidur saat
transit, bisa-bisa ketinggalan pesawat. Perbedaan waktu Jakarta dengan Doha 4
jam. Sementara Jakarta dengan Perancis 5 Jam.
Sedangkan Doha dengan Paris selisih 1 jam. Perhatikan waktu setempat
Menjelang
pk 01.25 waktu Doha akhirnya kami menuju kota Paris. Disamping saya duduk
seorang Bapak dengan wajah khas orang Jawa. Waktu saya tanya:” Bapak juga dari
Jakarta?’ bapak itu kebingungan dan balik tanya :” Pardon. S’il vous plait?” .
Waduuhh ternyata tampangnya aja mirip orang Jawa. Bukan warganegara Indonesia rupanya.
Buru-buru deh minta maaf. Oh Sorry! you
look like Asian. Dia pun nggak ngerti Inggris. Cuma bisa omong Prancis. Kecele
deh.
Qatar Airways sangat ontime
dengan jadwal peberbangan. Bahkan beberapa menit sebelum waktu yang
dijadwalkan, sudah mendarat di CDG airport Paris (sekitar pk. 07.20 waktu
Paris). Orang awam yang tidak pernah ke
benua Eropa adakalanya waswas mendarat
di Paris karena tidak ngerti bahasa Perancis. Sekarang semua petunjuk ada
bahasa Inggrisnya. Tapi paham beberapa kata Perancis amat sangat membantu.
Banyak pelajaran bahasa Perancis gratis lewat Youtube.
Contoh
yang sederhana saja. Saking luasnya
bandara CDG, kita tinggal ikuti kemana
arus penumpang melangkah, tapi begitu mulai berpencar, mau tidak mau harus
berani bertanya kalau tidak mau kesasar. Jadi mulai jurus nekat dikeluarkan.
Dekati petugas airport yang banyak kelihatan disekitar kita.
“Excusez
Moi Mademoiselle. Ou est l’imigration?” tidak peduli kalaupun salah, yang
penting, namanya juga usaha.
Voila.
Langsung si nona manis menunjukkan arah. Sambil nyerocos bahasa Perancis.
Meskipun tidak ngerti tapi dari gerak tangannya kami diarahkan ke jalur yang
benar. Nah setelah itu jangan lupa
bilang : “Merci beaucoup.”
Begitu
dapat ijin lewat pemeriksaan imigrasi, buru-buru kami mencari toilet untuk cuci
muka, gosok gigi , ganti baju (kalau mau), poles memoles sedikit. mumpung
toiletnya bersih dan banyak meskipun yang antri juga banyak. Selesai
bersih-bersih langsung kami mencari Gate/porte no 32 untuk naik Roissy Shuttle
Bus menuju Opera Garnier (bus berhenti tepat di Rue Scribe - disamping gedung
Opera yang mentereng dengan kilau patung emasnya). Lokasi menunggu bus tepat diseberang pintu
keluar airport. Dan ada mesin otomatis untuk membeli tiket. Nah ini baru
masalah. Selain tidak punya kartu kredit
dengan chip yang berlaku dimesin otomatis, kami nggak ngerti cara pakainya. Mau
cari loket buat beli karcis , nggak ada. Akhirnya masuk kembali ke dalam
airport untuk mencari counter Informasi.
Tanpa
diduga ternyata bapak yang duduk disebelah saya dipesawat sedang berada di
pintu gate yang sama sambil memencet tombol ponselnya. Wah moga-moga dia bisa
bantu. Lalu saya dekati beliau sambil menyapa dengan nekat :
”Bonjour monsieur. Ou est l’information pour
Roissy bus?’.
Rupanya
si bapak nggak tahu juga Roissy bus, terpaksa dijelasin lagi : “ Roissy bus
pour Opera.”
Uhh
pasti amburadul dah. Tapi untungnya bapak itu menangkap maksud saya. Sayangnya
dia tidak satu tujuan meski dengan baik hati menawarkan untuk ikut saja
sama-sama karena melihat saya dan dua teman belum dapat tumpangan. Namun karena
saya ragu akhirnya bapak itu mulai ikut mencari konter informasi yang ternyata
tidak jauh letaknya dari pintu gate 32. Nyaris bersebelahan. Ya ampun,
bisa-bisanya mata ini nggak lihat. Padahal tulisan informasinya besar.
Nah
karena yakin kalau pertugas informasi pasti bisa bahasa Inggris untuk melayani
turis-turis maka saya langsung menyapa : “Bonjour mademoiselle. Je suis desole.
Je ne parle pas francais. Where is the counter to buy Roissy bus ticket?”
Langsung
si nona menyahut dalam bahasa Inggris kalau tiket bisa dibeli dan bayar di
dalam bus. Jadi kami disuruh menunggu di halte depan. Setelah mengucapkan merci
, langsung saya ngacir dan ketemu lagi dengan bapak baik hati yang masih
menunggu, saya langsung bilang : “Buy on the bus. Merci beaucoup monsieur. Au
revoir.”
Bapak
itupun tersenyum lega sambil manggut-manggut juga.
Diseberang
gate 32, Roissy shuttle bus juga
bersebelahan dengan Airfrance shuttle bus yang salah satu tujuannya ke Orly
airport buat penumpang yang akan melanjutkan penerbangan dari Orly. Sementara
trayek Roissy bus hanya Airport ke Opera dan sebaliknya. Dari segi biaya Roissy
bus taripnya Eur 10.5 per orang, sementara Airfrance sekitar Eur 16-18 (kalau
gak salah).
Pas
kami tiba di halte , Roissy bus yang kami tunggu muncul. Langsung kami naik.
Oya jangan lupa selalu menyapa: “ Bonjour”. Lalu saya menyodorkan uang lembaran
Eur 50
“Trois personnes.”
Waduh
ternyata driver maunya uang pas.
Sambil merogoh kocek mencari
lembaran kecil, si driver sudah nggak
sabaran karena dibelakang kami banyak yang antri mau naik. Kami disuruh turun untuk membeli di mesin
otomatis. Untungnya ada juga uang sebesar Eur 35.00 Wuihh. Sebaiknya siapin
pecahan uang kecil deh.
Sambil
duduk manis, bus mulai meluncur keluar
airport. Jarak airport ke tengah kota hampir sekitar 30 km dan biasa ditempuh
selama 60 menit. Kami mulai menikmati pemandangan sekeliling. Saat mulai
mendekati pusat kota dari dalam bus kami bisa melihat Basilica Sacre-Coeur yang
terletak diatas bukit didaerah montmartre. Berhubung tgl 8 May 2014 merupakan
hari libur nasional di Perancis maka jalan-jalan nampak sepi, mungkin juga
karena baru jam 09.00. pagi. Rasanya tidak sampai satu jam kami sudah sampai di
Opera Garnier.
Begitu kami turun, tiba-tiba segerombolan gadis remaja imigran kulit putih dengan wajah entah Africa bagian mana menyerbu kami yang baru turun dari bus sambil menyodorkan kertas untuk meminta sumbangan. Menghadapi hal-hal seperti ini kami langsung menggeleng sambil menghalau mereka : “Non, Non.”
Begitu kami turun, tiba-tiba segerombolan gadis remaja imigran kulit putih dengan wajah entah Africa bagian mana menyerbu kami yang baru turun dari bus sambil menyodorkan kertas untuk meminta sumbangan. Menghadapi hal-hal seperti ini kami langsung menggeleng sambil menghalau mereka : “Non, Non.”
Tapi
rupanya mereka juga mencari kesempatan untuk menjambret. Jepitan rambut tante
kamipun raib diambil. Mereka mungkin mengira batu-batu yang menempel dijepitan
batu permata asli, padahal imitasi. Jadi harus ekstra hati-hati. Jangan memakai
barang-barang perhiasan yang kelap kelip.
Lokasi
Opera yang biasa padat, nampak sepi. Banyak toko dan restauran yang belum buka.
Karena haus kami terpaksa membeli air kemasan ukuran 500 ml. Harganya Eur 2.
Wuihh habis merk Evian. Gak ada merk Aqua. Jangan harap ketemu pancuran air
minum gratis lagi di Paris.
Karena
rencananya kami mau naik bus maka untuk menghemat ongkos. kami langsung turun ke Metro stasiun bawah
tanah yang ada didepan Opera untuk membeli 2 buklet karcis yang disebut Carnet.
Isi per buklet 10 lembar. Harga per carnet Eur 13.70. Setiap karcis bisa
dipakai untuk berpindah bus berkali kali tanpa harus membayar lagi asal tidak
lebih dari 90 menit. Jadi selalu memvalidasi tiket setiap naik bus. Mesin
validasi ada disamping driver.
Berhubung
rencana kami hari itu kami akan langsung menuju tempat perziarahan Chapelle Notre Dame Medaille Miraculeuse di Rue du bac No.
140. Kami mulai menelusuri jalan Rue du quatre (4) Septembre yang berada 2 blok
didepan sebelah kanan Opera untuk mencari halte bus no 39 untuk tujuan Issy
Freres Voisin. Ternyata halte tersebut untuk no. 39 dengan arah sebaliknya
yaitu : Gare du Nord, sehingga kami harus menyusuri ke blok sekitarnya untuk
mencari halte yang benar. Beruntung ada bus no. 39 yang lewat, jadi kami
tinggal menyusuri arah kedatangan bus tadi. Di Paris bila ingin naik bus harus
bisa membaca peta rute bus karena display yang tercantum didepan bus hanya
tujuan akhir yang disebut. Namun disetiap halte bus ada peta bus dengan detail
keterangan yang mudah untuk dimengerti dan terpampang digital yang
memberitahukan bus berikutnya datang berapa menit lagi. Maka ada baiknya turis
yang pergi sendiri mempelajari peta metro dan bus. (Bisa di lihat dan di
download lewat www.ratp.fr untuk metro tertera di peta 3 lingkaran warna
biru dengan huruf M. RER. T
sedangkan untuk peta bus dalam lingkaran tertera Bus.
Dihalte
yang kami tunggu rupanya sedang ada perbaikan jalan. Dari jalan terlihat bus menuju halte tempat
kami menunggu. Rupanya driver melihat kami tidak ikut naik ke bus nya dan tahu
bahwa kami ini turis dari tentengan ransel yang kami bawa, si driver pun
bertanya dalam bahasa perancis yang kami tidak mengerti , kami jawab : 39,
sambil menunjukkan jari tangan. Ternyata driver itu ingin menunjukkan halte
lain tempat kami harus menunggu karena adanya perbaikan jalan maka bus 39 tidak
berhenti dihalte ini. Wah sekali lagi kami bertemu dengan seorang penolong. Kalau tidak bisa kecele nunggu
lama-lama dihalte. Akhirnya ketemu juga
halte yang dimaksud. Tidak jauh. Merci Monsieur. Ternyata orang Perancis tidak
cuek seperti dugaan kami sebelumnya. Atau kami lagi beruntung?!
Tujuan
kami langsung berhenti di halte Sevres Babylon. Dekat Au bon Marche. Lokasinya
persis disamping chapelle. Supaya gampang mencari , patokannya ada jembatan
diatas yang digunakan entah sebagai toko atau apa ? yang melintasi jalan. Saat
itu di kapel sedang berlangsung Misa. Menurut jadwal ada beberapa misa yang diadakan setiap hari. Pk
8.00. pk 10.30. pk 12.30. Rosario
bersama setiap jam 03.30 sore. Sementara
jam 13.00 sampai 14.30 , adalah jam istirahat. Untuk jelasnya buka www.chapellenotredamedelamedaillemiraculeuse.com
Disitu
terdapat informasi, riwayat lengkap awal mulai munculnya medali yang dikenal
kalangan umat Katholik sebagai medali wasiat/medali ajaib. Dimana saat Bunda Maria menampakkan diri pada
Santa Catherine Laboure tahun 1830. Bunda Maria meminta untuk dibuatkan medali
dengan desain seperti yang dijelaskan sendiri
oleh Bunda Maria. Dan Bunda Maria menjanjikan anugerah berlimpah bagi
setiap orang yang mengenakannya. Terbukti memang banyak terjadi keajaiban sejak
medali wasiat itu di sebar luaskan sampai saat ini.
Didepan altar, dalam peti kaca terbaring utuh tubuh Santa Catherine Laboure.
Didepan altar, dalam peti kaca terbaring utuh tubuh Santa Catherine Laboure.
Persis seperti
gambar yang saya lihat sebelumnya..sayang foto tubuh Santa Catherine Laboure tidak terambil. Rasanya unik mengikuti misa dalam bahasa
Prancis. Meskipun tidak mengerti namun karena susunan liturginya sama jadi
tidak masalah buat kami berdoa dalam bahasa ibu. Kapel penuh sesak dengan umat
dari berbagai bangsa dan negara untuk mengikuti misa. Struktur bangunan kapel,
dengan patung Bunda Maria yang begitu indah, berdiri ditengah kapel membuat
suasana terasa begitu khusuk. Saat misa selesai, umat berbondong-bondong antri
dengan tertib ke depan altar untuk berdoa di depan Santa Catherine Laboure.
Disamping kanan altar terdapat peti kaca dimana
terbaring tubuh Santa Louise de Marillac.
Rasanya seperti mimpi bisa sampai ditempat ini. Selama ini saya hanya melihat dari dunia maya. Sekarang bisa berlutut di tempat ini. Puji Tuhan. Selesai berdoa, kami memuaskan mata memandangi setiap sudut dan atap kapel yang dibaangun dengan karya seni menakjubkan, lalu berpindah tempat ke toko souvenir disamping kapel. Membeli benda-benda rohani termasuk medali wasiat tentunya yang selama bertahun-tahun menggantung dileher kami. Harga terjangkau, dengan bermacam warna, perak, biru, kuning emas.. Sekalian untuk oleh-oleh dan pesanan anak-anak dirumah yang minta asli dibeli dari tempatnya. Didepan kapel berdiri seorang suster muda yang kami lihat banyak diminta para peziarah untuk mendoakan benda-benda rohani ataupun mendoakan para peziarah itu. Kamipun maju untuk minta di doakan medali yang kami beli. Doa yang ditujukan pada Bunda Maria Yang Dikandung Tanpa Noda Dosa.
Rasanya seperti mimpi bisa sampai ditempat ini. Selama ini saya hanya melihat dari dunia maya. Sekarang bisa berlutut di tempat ini. Puji Tuhan. Selesai berdoa, kami memuaskan mata memandangi setiap sudut dan atap kapel yang dibaangun dengan karya seni menakjubkan, lalu berpindah tempat ke toko souvenir disamping kapel. Membeli benda-benda rohani termasuk medali wasiat tentunya yang selama bertahun-tahun menggantung dileher kami. Harga terjangkau, dengan bermacam warna, perak, biru, kuning emas.. Sekalian untuk oleh-oleh dan pesanan anak-anak dirumah yang minta asli dibeli dari tempatnya. Didepan kapel berdiri seorang suster muda yang kami lihat banyak diminta para peziarah untuk mendoakan benda-benda rohani ataupun mendoakan para peziarah itu. Kamipun maju untuk minta di doakan medali yang kami beli. Doa yang ditujukan pada Bunda Maria Yang Dikandung Tanpa Noda Dosa.
Jam sudah mendekati waktu istirahat, kamipun
melanjutkan perjalanan ke Eglise Saint Ignace. Letaknya hanya 3 menit berjalan
kaki dari Rue du bac. Berada di jalan Rue de Sevres No. 33. Letak pintu
masuknya berada diantara pertokoan. Jadi harus pasang mata supaya tidak kelewat.
Bila dari Au Bon Marche belok kiri. Menyeberangi jalan lalu lurus saja, diatas
lorong menuju pintu masuk ada tanda bertulis Eglise Saint Ignace. Gereja yang
didedikasikan pada Santo Ignatius dari Loyola. Tidak kalah menarik karena
setiap gereja mempunyai keunikan seni dan ciri khas masing-masing sesuai
namanya. Bila dari Au bon Marche berbelok ke kanan menuju Rue de sevres no. 95,
sekitar 5 menit berjalan kaki maka akan sampai di Chapelle Saint Vincent de
Paul. Namun sayang karena cuaca mendung dan kami belum makan siang sementara
masih harus menuju Gare de Bercy untuk mengejar kereta yang akan ke kota Nevers
jam 16.00, maka tempat ini tidak kami singgahi.
Dihalte
dekat Au Bon Marche ini kami menunggu bus no. 87 yang rutenya lewat didepan
Gare de Bercy. Sampai akhirnya seorang ibu bertanya pada kami, kemana tujuan
kami. Begitu kami bilang menunggu bus no. 87, langsung ibu itu menunjukkan
display di halte yang tertulis 87 – Pas
de Service. Dengan bahasa Inggris yang lancar kami dijelaskan artinya tidak beroperasi.
karena hari libur dan menyarankan kami untuk naik metro saja ke Gare
d’Austerlitz. Terima kasih Tuhan karena sekali lagi kami bertemu dengan
orang-orang yang berbaik hati menunjukkan arah pada kami. Membuat kami yakin
bahwa Tuhan Yesus dan Bunda Maria senantiasa menyertai perjalanan ziarah kami
ini.
Kamipun mengikuti saran ibu tadi dan mulai menyeberangi jalan menuju Metro bawah tanah. Disini kalau mencari stasiun metro carilah lambang huruf M. Beruntung kami sudah punya tiket carnet yang memang berlaku untuk bus maupun metro. Sampai di Gare D’Austerlitz kami keluar menuju Musee Bufon, dan tepat didepan pintu keluar stasiun terdapat restoran Mc Donald dan Pizza. Satu menu paket Mc Donald yang kami pilih seharga Eur 15 berikut 3 botol air Evian bisa kami santap bertiga.
Disamping Musee Bufon bamyak halte dengan nomor bus berbeda. Kami mengambil halte untuk bus no 24 yang akan melewati Gare de Bercy, tujuan akhir bus adalah Ecole Veterinaire de maisons-Alfort. Karena kurang memperhatikan halte tempat pemberhentian dan saking keasyikan cuci mata dikanan kiri, kami kebablasan sampai dihalte Dijon – Lachambeaudie yang merupakan halte setelah Gare de Bercy. Sebetulnya tidak terlalu jauh tapi karena tidak memperhatikan jalan kami malah mengambil arah yang berlawanan dan semakin menjauh dari Gare de Bercy, sementara hujan mulai turun dengan deras. Udara semakin menjadi dingin menggigit tulang. Jas hujan dan payung yang sudah kami persiapkan langsung kami pakai. Jalan sepi dan jarang orang hilir mudik.
Akhirnya kami putuskan untuk bertanya pada sepasang nona yang sedang menunggu bus di halte. Salah satu dari mereka mencari lewat google map di ponselnya lalu mengarahkan jalan kami. Ya ampun!! ternyata kami harus mengelilingi Stadium Palais Omnisports de Paris Bercy. Mana hujan semakin deras dan anginnya kencang sekali. Kaki sudah terasa beku dan kram. Kalau cuaca terang mungkin tidak masalah harus keliling stadion.
Begitu sampai di depan Gare de Bercy, eskalator ternyata mati, terpaksa kami harus menapaki tangga yang cukup tinggi. Kaki tanteku sempat terkilir uratnya. Selain capek juga karena faktor cuaca yang dingin. Begitu sampai di ruang tunggu stasiun langsung mencari counterpain yang dibawa dari tanah air.
Buat para pembaca yang berniat pergi sendiri bila ingin mengejar kereta jangan terlalu mepet waktu. Apalagi di tempat yang masih asing. Luangkan waktu 2 jam lebih awal untuk mengantisipasi kalau-kalau kesasar. Gare de Bercy hanya stasiun kecil antar kota. Tapi harus tetap waspada, perhatikan jalur kereta yang akan kita naiki. Kalau ragu dan waktu sudah tinggal 15 menit sebelum berangkat lebih baik tanya sambil menunjukkan karcis kita. Jadwal kereta jarang terlambat, hampir bisa dipastikan selalu tepat waktu.
Kamipun mengikuti saran ibu tadi dan mulai menyeberangi jalan menuju Metro bawah tanah. Disini kalau mencari stasiun metro carilah lambang huruf M. Beruntung kami sudah punya tiket carnet yang memang berlaku untuk bus maupun metro. Sampai di Gare D’Austerlitz kami keluar menuju Musee Bufon, dan tepat didepan pintu keluar stasiun terdapat restoran Mc Donald dan Pizza. Satu menu paket Mc Donald yang kami pilih seharga Eur 15 berikut 3 botol air Evian bisa kami santap bertiga.
Disamping Musee Bufon bamyak halte dengan nomor bus berbeda. Kami mengambil halte untuk bus no 24 yang akan melewati Gare de Bercy, tujuan akhir bus adalah Ecole Veterinaire de maisons-Alfort. Karena kurang memperhatikan halte tempat pemberhentian dan saking keasyikan cuci mata dikanan kiri, kami kebablasan sampai dihalte Dijon – Lachambeaudie yang merupakan halte setelah Gare de Bercy. Sebetulnya tidak terlalu jauh tapi karena tidak memperhatikan jalan kami malah mengambil arah yang berlawanan dan semakin menjauh dari Gare de Bercy, sementara hujan mulai turun dengan deras. Udara semakin menjadi dingin menggigit tulang. Jas hujan dan payung yang sudah kami persiapkan langsung kami pakai. Jalan sepi dan jarang orang hilir mudik.
Akhirnya kami putuskan untuk bertanya pada sepasang nona yang sedang menunggu bus di halte. Salah satu dari mereka mencari lewat google map di ponselnya lalu mengarahkan jalan kami. Ya ampun!! ternyata kami harus mengelilingi Stadium Palais Omnisports de Paris Bercy. Mana hujan semakin deras dan anginnya kencang sekali. Kaki sudah terasa beku dan kram. Kalau cuaca terang mungkin tidak masalah harus keliling stadion.
Begitu sampai di depan Gare de Bercy, eskalator ternyata mati, terpaksa kami harus menapaki tangga yang cukup tinggi. Kaki tanteku sempat terkilir uratnya. Selain capek juga karena faktor cuaca yang dingin. Begitu sampai di ruang tunggu stasiun langsung mencari counterpain yang dibawa dari tanah air.
Buat para pembaca yang berniat pergi sendiri bila ingin mengejar kereta jangan terlalu mepet waktu. Apalagi di tempat yang masih asing. Luangkan waktu 2 jam lebih awal untuk mengantisipasi kalau-kalau kesasar. Gare de Bercy hanya stasiun kecil antar kota. Tapi harus tetap waspada, perhatikan jalur kereta yang akan kita naiki. Kalau ragu dan waktu sudah tinggal 15 menit sebelum berangkat lebih baik tanya sambil menunjukkan karcis kita. Jadwal kereta jarang terlambat, hampir bisa dipastikan selalu tepat waktu.
dilanjut dengan Part III
sisca
No comments:
Post a Comment