Tuesday, June 17, 2014

Perjalanan Ziarah Paris-Nevers-Lourdes Part II

-->
untuk yang ingin melihat persiapan awalnya bisa lihat di Part I
 
PARIS – NEVERS – LOURDES  
Hari 1.  7 May 2014
 
Waktu keberangkatanpun tiba setelah ditunggu begitu lama.  Berhubung tidak ingin direpotkan dengan urusan bagasi kami hanya membawa baju seperlunya. Bulan May meski sudah mulai memasuki musim panas, udara masih dingin dan sering turun hujan, bawa payung, jas hujan, jaket, topi, sarung tangan, kaos kaki buat yang nggak tahan dingin seperti kami. Apalagi di Lourdes yang memang berada dilembah gunung pyrenees.
Qatar Airways berangkat dari terminal 2 Cengkareng. 3 jam sebelum keberangkatan kami sudah diairport. 2 jam sebelum berangkat mulai antri boarding pass. Tepat pk 16.50 pesawat mulai bergerak namun sempat menunggu setengah jam dilandasan sebelum ijin lepas landas diberikan. Tujuan langsung ke DOHA untuk transit dan ganti peswat.

Sekitar pukul 21.10 waktu Doha kami tiba di HAMAD Airport International. Pesawat landing di tengah gurun yang oleh pemerintah Qatar dibangun menjadi bandara. Begitu turun tangga pesawat shuttle bus sudah menunggu untuk mengangkut penumpang. Buat yang tujuannya Doha, mereka turun di terminal arrival. Sementara buat penumpang tujuan berikutnya akan diturunkan di terminal departure. Jadi perhatikan tempat yang dituju. Kalau ragu tanya pada petugas yang selalu siap di depan pintu shuttle bus saat tiba diterminal sambil memberi informasi buat penumpang.
Sambil mengecek boarding pass tujuan Doha ke Paris kami mencari gate untuk menuju ruang tunggu transit. Diareal terminal banyak layar pengumunan jadi yang kita perlukan mengetahui nomor pesawat , tujuan dan jam keberangkatan sesuai yang tertera di boarding pass.
Seperti airport dibanyak negara, tempat shopping berjejer dengan harga wuah buat yang berkantong pas-pasan. Waktu transit selama 4 jam kami gunakan untuk cuci mata dan istirahat melonjorkan kaki.
Berbeda dengan airportnya yang keren ternyata bagian toiletnya tidak terlalu bersih. Sebagian karena banyak penumpang transit yang sepertinya tidak biasa menggunakan  toilet kering. Lantai becek. Apa boleh buat kalo panggilan alam sudah gak bisa ditahan. Jangan tertidur saat transit, bisa-bisa ketinggalan pesawat. Perbedaan waktu Jakarta dengan Doha 4 jam. Sementara Jakarta dengan Perancis 5 Jam.  Sedangkan Doha dengan Paris selisih 1 jam. Perhatikan waktu setempat
Menjelang pk 01.25 waktu Doha  akhirnya kami  menuju kota Paris. Disamping saya duduk seorang Bapak dengan wajah khas orang Jawa. Waktu saya tanya:” Bapak juga dari Jakarta?’ bapak itu kebingungan dan balik tanya :” Pardon. S’il vous plait?” . Waduuhh ternyata tampangnya aja mirip orang Jawa.  Bukan warganegara Indonesia rupanya. Buru-buru deh minta maaf.  Oh Sorry! you look like Asian. Dia pun nggak ngerti Inggris. Cuma bisa omong Prancis. Kecele deh.
Hari ke 2.  8 May 2014






                  Qatar Airways sangat ontime dengan jadwal peberbangan. Bahkan beberapa menit sebelum waktu yang dijadwalkan, sudah mendarat di CDG airport Paris (sekitar pk. 07.20 waktu Paris).  Orang awam yang tidak pernah ke benua Eropa adakalanya  waswas mendarat di Paris karena tidak ngerti bahasa Perancis. Sekarang semua petunjuk ada bahasa Inggrisnya. Tapi paham beberapa kata Perancis amat sangat membantu. Banyak pelajaran bahasa Perancis gratis lewat Youtube.
Contoh yang sederhana saja.  Saking luasnya bandara CDG,  kita tinggal ikuti kemana arus penumpang melangkah, tapi begitu mulai berpencar, mau tidak mau harus berani bertanya kalau tidak mau kesasar. Jadi mulai jurus nekat dikeluarkan. Dekati petugas airport yang banyak kelihatan disekitar kita.
                  “Excusez Moi Mademoiselle. Ou est l’imigration?” tidak peduli kalaupun salah, yang penting, namanya juga usaha.
Voila. Langsung si nona manis menunjukkan arah. Sambil nyerocos bahasa Perancis. Meskipun tidak ngerti tapi dari gerak tangannya kami diarahkan ke jalur yang benar. Nah setelah itu  jangan lupa bilang :              “Merci beaucoup.”
Begitu dapat ijin lewat pemeriksaan imigrasi, buru-buru kami mencari toilet untuk cuci muka, gosok gigi , ganti baju (kalau mau), poles memoles sedikit. mumpung toiletnya bersih dan banyak meskipun yang antri juga banyak. Selesai bersih-bersih langsung kami mencari Gate/porte no 32 untuk naik Roissy Shuttle Bus menuju Opera Garnier (bus berhenti tepat di Rue Scribe - disamping gedung Opera yang mentereng dengan kilau patung emasnya).  Lokasi menunggu bus tepat diseberang pintu keluar airport. Dan ada mesin otomatis untuk membeli tiket. Nah ini baru masalah. Selain  tidak punya kartu kredit dengan chip yang berlaku dimesin otomatis, kami nggak ngerti cara pakainya. Mau cari loket buat beli karcis , nggak ada. Akhirnya masuk kembali ke dalam airport untuk mencari counter Informasi.
Tanpa diduga ternyata bapak yang duduk disebelah saya dipesawat sedang berada di pintu gate yang sama sambil memencet tombol ponselnya. Wah moga-moga dia bisa bantu. Lalu saya dekati beliau sambil menyapa dengan nekat :                  
                   ”Bonjour monsieur. Ou est l’information pour Roissy bus?’.
Rupanya si bapak nggak tahu juga Roissy bus, terpaksa dijelasin lagi : “ Roissy bus pour Opera.”
Uhh pasti amburadul dah. Tapi untungnya bapak itu menangkap maksud saya. Sayangnya dia tidak satu tujuan meski dengan baik hati menawarkan untuk ikut saja sama-sama karena melihat saya dan dua teman belum dapat tumpangan. Namun karena saya ragu akhirnya bapak itu mulai ikut mencari konter informasi yang ternyata tidak jauh letaknya dari pintu gate 32. Nyaris bersebelahan. Ya ampun, bisa-bisanya mata ini nggak lihat. Padahal tulisan informasinya besar.
Nah karena yakin kalau pertugas informasi pasti bisa bahasa Inggris untuk melayani turis-turis maka saya langsung menyapa : “Bonjour mademoiselle. Je suis desole. Je ne parle pas francais. Where is the counter to buy Roissy bus ticket?”
Langsung si nona menyahut dalam bahasa Inggris kalau tiket bisa dibeli dan bayar di dalam bus. Jadi kami disuruh menunggu di halte depan. Setelah mengucapkan merci , langsung saya ngacir dan ketemu lagi dengan bapak baik hati yang masih menunggu, saya langsung bilang : “Buy on the bus. Merci beaucoup monsieur. Au revoir.”
Bapak itupun tersenyum lega sambil manggut-manggut juga.
Diseberang gate 32, Roissy  shuttle bus juga bersebelahan dengan Airfrance shuttle bus yang salah satu tujuannya ke Orly airport buat penumpang yang akan melanjutkan penerbangan dari Orly. Sementara trayek Roissy bus hanya Airport ke Opera dan sebaliknya. Dari segi biaya Roissy bus taripnya Eur 10.5 per orang, sementara Airfrance sekitar Eur 16-18 (kalau gak salah).
Pas kami tiba di halte , Roissy bus yang kami tunggu muncul. Langsung kami naik. Oya jangan lupa selalu menyapa: “ Bonjour”. Lalu saya menyodorkan uang lembaran Eur 50
                  “Trois personnes.”
Waduh ternyata driver maunya uang pas.  Sambil  merogoh kocek mencari lembaran kecil,  si driver sudah nggak sabaran karena dibelakang kami banyak yang antri mau naik.  Kami disuruh turun untuk membeli di mesin otomatis. Untungnya ada juga uang sebesar Eur 35.00 Wuihh. Sebaiknya siapin pecahan uang kecil deh.
Sambil duduk manis,  bus mulai meluncur keluar airport. Jarak airport ke tengah kota hampir sekitar 30 km dan biasa ditempuh selama 60 menit. Kami mulai menikmati pemandangan sekeliling. Saat mulai mendekati pusat kota dari dalam bus kami bisa melihat Basilica Sacre-Coeur yang terletak diatas bukit didaerah montmartre. Berhubung tgl 8 May 2014 merupakan hari libur nasional di Perancis maka jalan-jalan nampak sepi, mungkin juga karena baru jam 09.00. pagi. Rasanya tidak sampai satu jam kami sudah sampai di Opera Garnier. 
Begitu kami turun, tiba-tiba segerombolan gadis remaja imigran kulit putih dengan wajah entah Africa bagian mana menyerbu kami yang baru turun dari bus sambil menyodorkan kertas untuk meminta sumbangan. Menghadapi hal-hal seperti ini kami langsung menggeleng sambil menghalau mereka : “Non, Non.”
Tapi rupanya mereka juga mencari kesempatan untuk menjambret. Jepitan rambut tante kamipun raib diambil. Mereka mungkin mengira batu-batu yang menempel dijepitan batu permata asli, padahal imitasi. Jadi harus ekstra hati-hati. Jangan memakai barang-barang perhiasan yang kelap kelip. 








Lokasi Opera yang biasa padat, nampak sepi. Banyak toko dan restauran yang belum buka. Karena haus kami terpaksa membeli air kemasan ukuran 500 ml. Harganya Eur 2. Wuihh habis merk Evian. Gak ada merk Aqua. Jangan harap ketemu pancuran air minum gratis lagi di Paris.




Karena rencananya kami mau naik bus maka untuk menghemat ongkos.  kami langsung turun ke Metro stasiun bawah tanah yang ada didepan Opera untuk membeli 2 buklet karcis yang disebut Carnet. Isi per buklet 10 lembar. Harga per carnet Eur 13.70. Setiap karcis bisa dipakai untuk berpindah bus berkali kali tanpa harus membayar lagi asal tidak lebih dari 90 menit. Jadi selalu memvalidasi tiket setiap naik bus. Mesin validasi ada disamping driver.
Berhubung rencana kami hari itu kami akan langsung menuju tempat perziarahan Chapelle  Notre Dame Medaille Miraculeuse di Rue du bac No. 140. Kami mulai menelusuri jalan Rue du quatre (4) Septembre yang berada 2 blok didepan sebelah kanan Opera untuk mencari halte bus no 39 untuk tujuan Issy Freres Voisin. Ternyata halte tersebut untuk no. 39 dengan arah sebaliknya yaitu : Gare du Nord, sehingga kami harus menyusuri ke blok sekitarnya untuk mencari halte yang benar. Beruntung ada bus no. 39 yang lewat, jadi kami tinggal menyusuri arah kedatangan bus tadi. Di Paris bila ingin naik bus harus bisa membaca peta rute bus karena display yang tercantum didepan bus hanya tujuan akhir yang disebut. Namun disetiap halte bus ada peta bus dengan detail keterangan yang mudah untuk dimengerti dan terpampang digital yang memberitahukan bus berikutnya datang berapa menit lagi. Maka ada baiknya turis yang pergi sendiri mempelajari peta metro dan bus. (Bisa di lihat dan di download lewat www.ratp.fr  untuk metro tertera di peta 3 lingkaran warna biru dengan huruf  M.  RER.  T sedangkan untuk peta bus dalam lingkaran tertera Bus.
Dihalte yang kami tunggu rupanya sedang ada perbaikan jalan.  Dari jalan terlihat bus menuju halte tempat kami menunggu. Rupanya driver melihat kami tidak ikut naik ke bus nya dan tahu bahwa kami ini turis dari tentengan ransel yang kami bawa, si driver pun bertanya dalam bahasa perancis yang kami tidak mengerti , kami jawab : 39, sambil menunjukkan jari tangan. Ternyata driver itu ingin menunjukkan halte lain tempat kami harus menunggu karena adanya perbaikan jalan maka bus 39 tidak berhenti dihalte ini. Wah sekali lagi kami bertemu dengan seorang  penolong. Kalau tidak bisa kecele nunggu lama-lama dihalte.  Akhirnya ketemu juga halte yang dimaksud. Tidak jauh. Merci Monsieur. Ternyata orang Perancis tidak cuek seperti dugaan kami sebelumnya. Atau kami lagi beruntung?!
Tujuan kami langsung berhenti di halte Sevres Babylon. Dekat Au bon Marche. Lokasinya persis disamping chapelle. Supaya gampang mencari , patokannya ada jembatan diatas yang digunakan entah sebagai toko atau apa ? yang melintasi jalan. Saat itu di kapel sedang berlangsung Misa. Menurut jadwal  ada beberapa misa yang diadakan setiap hari. Pk 8.00. pk 10.30. pk 12.30.  Rosario bersama setiap jam 03.30 sore.  Sementara jam 13.00 sampai 14.30 , adalah jam istirahat. Untuk jelasnya buka www.chapellenotredamedelamedaillemiraculeuse.com




Disitu terdapat informasi, riwayat lengkap awal mulai munculnya medali yang dikenal kalangan umat Katholik sebagai medali wasiat/medali ajaib.  Dimana saat Bunda Maria menampakkan diri pada Santa Catherine Laboure tahun 1830. Bunda Maria meminta untuk dibuatkan medali dengan desain seperti yang dijelaskan sendiri  oleh Bunda Maria. Dan Bunda Maria menjanjikan anugerah berlimpah bagi setiap orang yang mengenakannya. Terbukti memang banyak terjadi keajaiban sejak medali wasiat itu di sebar luaskan sampai saat ini.
Didepan altar, dalam peti kaca terbaring utuh  tubuh Santa Catherine Laboure.
 Persis seperti gambar yang saya lihat sebelumnya..sayang foto tubuh Santa Catherine Laboure tidak terambil. Rasanya unik mengikuti misa dalam bahasa Prancis. Meskipun tidak mengerti namun karena susunan liturginya sama jadi tidak masalah buat kami berdoa dalam bahasa ibu. Kapel penuh sesak dengan umat dari berbagai bangsa dan negara untuk mengikuti misa. Struktur bangunan kapel, dengan patung Bunda Maria yang begitu indah, berdiri ditengah kapel membuat suasana terasa begitu khusuk. Saat misa selesai, umat berbondong-bondong antri dengan tertib ke depan altar untuk berdoa di depan Santa Catherine Laboure. Disamping kanan altar terdapat peti kaca dimana  terbaring tubuh Santa Louise de Marillac.



 Rasanya seperti mimpi bisa sampai ditempat ini. Selama ini saya hanya melihat dari dunia maya. Sekarang bisa berlutut di tempat ini. Puji Tuhan. Selesai berdoa, kami memuaskan mata memandangi setiap sudut dan atap kapel yang dibaangun dengan karya seni menakjubkan, lalu berpindah tempat ke toko souvenir disamping kapel. Membeli benda-benda rohani termasuk medali wasiat tentunya yang selama bertahun-tahun menggantung dileher kami.  Harga terjangkau, dengan bermacam warna, perak, biru, kuning emas.. Sekalian untuk oleh-oleh dan pesanan anak-anak dirumah yang minta asli dibeli dari tempatnya. Didepan kapel  berdiri seorang suster muda yang kami lihat banyak diminta para peziarah untuk mendoakan benda-benda rohani ataupun mendoakan para peziarah itu. Kamipun maju untuk minta di doakan medali yang kami beli. Doa yang ditujukan pada Bunda Maria Yang Dikandung Tanpa Noda Dosa.

Jam  sudah mendekati waktu istirahat, kamipun melanjutkan perjalanan ke Eglise Saint Ignace. Letaknya hanya 3 menit berjalan kaki dari Rue du bac. Berada di jalan Rue de Sevres No. 33. Letak pintu masuknya berada diantara pertokoan. Jadi harus pasang mata supaya tidak kelewat. Bila dari Au Bon Marche belok kiri. Menyeberangi jalan lalu lurus saja, diatas lorong menuju pintu masuk ada tanda bertulis Eglise Saint Ignace. Gereja yang didedikasikan pada Santo Ignatius dari Loyola. Tidak kalah menarik karena setiap gereja mempunyai keunikan seni dan ciri khas masing-masing sesuai namanya. Bila dari Au bon Marche berbelok ke kanan menuju Rue de sevres no. 95, sekitar 5 menit berjalan kaki maka akan sampai di Chapelle Saint Vincent de Paul. Namun sayang karena cuaca mendung dan kami belum makan siang sementara masih harus menuju Gare de Bercy untuk mengejar kereta yang akan ke kota Nevers jam 16.00, maka tempat ini tidak kami singgahi.
Dihalte dekat Au Bon Marche ini kami menunggu bus no. 87 yang rutenya lewat didepan Gare de Bercy. Sampai akhirnya seorang ibu bertanya pada kami, kemana tujuan kami. Begitu kami bilang menunggu bus no. 87, langsung ibu itu menunjukkan display di halte yang tertulis  87 – Pas de Service. Dengan bahasa Inggris yang lancar kami dijelaskan artinya tidak beroperasi. karena hari libur dan menyarankan kami untuk naik metro saja ke Gare d’Austerlitz. Terima kasih Tuhan karena sekali lagi kami bertemu dengan orang-orang yang berbaik hati menunjukkan arah pada kami. Membuat kami yakin bahwa Tuhan Yesus dan Bunda Maria senantiasa menyertai perjalanan ziarah kami ini.
Kamipun mengikuti saran ibu tadi dan mulai menyeberangi jalan menuju Metro bawah tanah. Disini kalau mencari stasiun metro carilah lambang huruf M. Beruntung kami sudah punya tiket carnet yang memang berlaku untuk bus maupun metro. Sampai di Gare D’Austerlitz kami keluar menuju Musee Bufon, dan tepat didepan pintu keluar stasiun terdapat restoran Mc Donald dan Pizza. Satu menu paket Mc Donald yang kami pilih seharga  Eur 15 berikut 3 botol air Evian bisa kami santap bertiga.




 Disamping Musee Bufon  bamyak halte dengan nomor bus berbeda. Kami mengambil halte untuk bus no 24 yang akan melewati Gare de Bercy,  tujuan akhir bus adalah Ecole Veterinaire de maisons-Alfort. Karena kurang memperhatikan halte tempat pemberhentian dan saking keasyikan cuci mata dikanan kiri, kami kebablasan sampai dihalte Dijon – Lachambeaudie yang merupakan halte setelah Gare de Bercy. Sebetulnya tidak terlalu jauh tapi karena tidak memperhatikan jalan kami malah mengambil arah yang berlawanan dan semakin menjauh dari Gare de Bercy, sementara hujan mulai turun dengan deras. Udara semakin menjadi dingin menggigit tulang.  Jas hujan dan payung yang sudah kami persiapkan langsung kami pakai. Jalan sepi dan jarang orang hilir mudik.
Akhirnya kami putuskan untuk bertanya pada sepasang nona yang sedang menunggu bus di halte. Salah satu dari mereka mencari lewat google map di ponselnya lalu mengarahkan jalan kami.  Ya ampun!! ternyata kami harus mengelilingi Stadium Palais Omnisports de Paris Bercy. Mana hujan semakin deras dan anginnya kencang sekali. Kaki sudah terasa beku dan kram. Kalau cuaca terang mungkin tidak masalah  harus  keliling stadion.
Begitu sampai di depan Gare de Bercy, eskalator  ternyata mati, terpaksa kami harus menapaki tangga yang cukup tinggi. Kaki tanteku sempat terkilir uratnya. Selain capek juga karena faktor cuaca yang dingin. Begitu sampai di ruang tunggu stasiun langsung mencari counterpain yang dibawa dari tanah air. 
 Buat para pembaca yang berniat pergi sendiri bila ingin mengejar kereta jangan terlalu mepet  waktu.  Apalagi di tempat yang masih asing. Luangkan waktu 2 jam lebih awal untuk mengantisipasi kalau-kalau kesasar. Gare de Bercy hanya stasiun kecil antar kota. Tapi harus tetap waspada, perhatikan jalur kereta yang akan kita naiki. Kalau ragu dan waktu sudah tinggal 15 menit sebelum berangkat lebih baik tanya sambil menunjukkan karcis kita. Jadwal kereta jarang terlambat, hampir bisa dipastikan selalu tepat waktu.

dilanjut dengan Part III

sisca

No comments:

Post a Comment